Tapi bukankah cinta itu boleh dirasakan siapa saja?

Salahnya aku, seorang gadis sudra yang tak bisa mengatur hatiku untuk tak jatuh cinta pada seorang lelaki brahmana. Menurut orang-orang ini salah. Brahmana haruslah menikah dengan brahmana lagi, agar tak sial nanti hidup dan keturunannya. Ah, apa bedanya sudra dan brahmana? Sama-sama diciptakan Tuhan, dan terlahir dari rahim seorang wanita yg kami sebut ibu! Apa bedanya? Kami sama-sama meminjam udara Tuhan untuk bernafas. Mata kami sama hitamnya, dan sama digunakan untuk melihat? Apa lagi yang berbeda? Darah yang mengalir di tubuh kami? Kalau aku terlahir sebagai sudra lalu dia brahmana, harusnya Tuhan membuat darahku ini tak bisa mengalirkan liur-liur cinta pada brahmana. Lalu yang salah apa? Kami berdua saling cinta, apa itu tak cukup mengalahkan perbedaan, perbedaan yang jelas-jelas dibuat oleh manusia tak bertanggung jawab!
Tolong kami, bunuhlah semua bentuk diskriminasi akibat perbedaan kasta. Toh, yang menentukan baik buruknya seseorang bukan dari mahkota apa yang bertengger di kepalanya, bukan pula baju macam apa yang ia kenakan, melainkan semua kebaikan yang telah diperbuatnya selama dipinjami kesempatan menginjak dunia oleh Tuhan. Sudra bisa menjadi istri brahmana yang baik, jika anda sekeluarga tak memandang sudra dengan sebelah mata dan mencibir sudra dengan sebelah lidah. Sudra juga bisa meminjamkan rahimnya untuk menghadiahkan keturunan-keturunan terhebat.
Kalau tetap perbedaan itu sangatlah sakral, sudrapun takkan kalah karna cinta. Sudra takan mengemis belas kasihan brahmana sekalipun lelaki brahmana itu telah menanamkan benihnya di rahim sudraku. Sudra takan meminta pertanggung jawaban karna sudra bisa hidup sendiri, tanpa harus merasa terhina. Sudra, bisa lebih berarti di mata kasta lainnya, dan sudra tau, cinta bukanlah segalanya.
0 Responses